Daerah Bertuan, PTFI Diminta Libatkan Unsur Adat Dalam Pencarian 7 Karyawan yang Terjebak

Area underground PT Freeport Indonesia 

MIMIKA, BM

Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Peribahasa ini mengandung arti bahwa apapun bentuknya, siapapun kita, baik itu personal maupun kelompok bahkan perusahaan sekalipun wajib menghormati, menghargai dan mengakui aturan dan adat istiadat tempat dimana ia berada.

Keadaan ini mencerminkan sebuah penghormatan lebih pada nilai-nilai kearifan lokal tempat tersebut. Bahkan hal ini diakui terkadang menjadi dasar kuat dalam mencapai kesuksesan dan keberhasilan di tempat baru yang ditempati.

Peribahasa ini sebenarnya hanyalah sebuah pengingat sederhana yang tidak menjustifikasi apapun terhadap persoalan yang sedang terjadi di Mimika saat ini.

Perlu diketahui, sepekan sudah terhitung Senin (8/9/2025) hingga Senin (15/9/2025), PT Freeport Indonesia terus berupaya melakukan evakuasi terhadap ketujuh karyawannya yang hingga kini masih terjebak longsor di tambang bawah tanah Grasberg Block Cove (GBC).

Proses penyelamatan oleh Tim Tanggap Darurat PTFI dilakukan terus menerus secara ekstra guna membuka akses ke lokasi perkiraan keberadaan ketujuh karyawan tersebut yang diketahui hingga saat ini dalam keadaan hidup.

Bahkan, dalam proses evakuasi PTFI bekerjasama dan terus melakukan koordinasi dengan Tim Inspektur Tambang Kementerian ESDM, MIND ID, Freeport McMoran, Pemda Provinsi Papua juga Pemda Mimika.

Selain terus berupaya melakukan evakuasi, PTFI juga menghentikan semua operasional dan terkini, telah mendatangkan keluarga dari ketujuh karyawan yang masih terjebak ke Mimika.

Upaya evakuasi ini juga mendapat dukungan dan doa dari pemerintah daerah dan masyarakat Mimika.

Salah satu perhatian yang diberikan masyarakat terkait persoalan ini adalah, mereka meminta agar proses evakuasi harus dlilakukan PTFI dengan melibatkan unsur adat seperti pemilik hak wilayat.

Menurut mereka, pendekatan tradisional juga perlu dilakukan karena bagaimanapun negeri ini bertuan teruatama di areal operasional PTFI sehingga dipercaya hal ini dapat membantu upaya penyelamatan walau dalam sudut pandang yan berbeda.

Terkait masukan dari masyarakat ini, BeritaMimika kemudian menghubungi salah satu tokoh pemuda Amungme yang kini menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Papua Tengah, yakni Yohannes Kemong.

Kepada BM, Yohannes Kemong membenarkan hal tersebut. Ia bahkan mendukung dan meminta PT Freeport Indonesia tidak mengabaikan hal ini.

Kemong mengatakan bahwa sudah ada beberapa kejadian yang tidak jauh berbeda dengan peristiwa saat ini dan ketika unsur adat dilibatkan, selalu membuahkan hasil positif.

“Ada beberapa persitiwa dan satu yang saya paling ingat sampai saat ini, dulu ada salah satu komandan yang hilang selama hampir seminggu. Tokoh-tokoh adat kemudian dikumpulkan, mereka buat adat dan berdoa, tidak lama dia kembali dari hutan,” ungkapnya.

Kemong mengatakan sudah pasti PT Freeport Indonesia dengan segala SDA yang mumpuni dengan berbagai peralatan canggih sudah dikerahkan namun tidak salah jika mereka juga melakukan pendekatan budaya.

“Saya sangat mendukung apa yang diusulkan oleh masyarakat dan saya berharap PT Freeport mempertimbangkan hal ini juga karena faktor alam dan keadaan setempat kadang butuh pendekatan adat-istiadat,” ujarnya.

Kemong kemudian mengatakan bahwa di areal PTFI itu ada beberapa marga besar (Amungme) yang memiliki pertuanan. Khusus untuk wilayah Gresberg dan sekitarnya, kepemilikannya olah tiga marga yakni Natkime, Jamang dan Omabak.

“Harus libatkan tiga marga ini karena itu pertuanan mereka. Mereka yang punya wilayah itu. Libatkan masyarakat adat untuk proses pencarian atau evakuasi ini. Karena kadang biar alat canggih tapi kalau tuan tanah sembunyi, kadang juga sulit. Artinya ini faktor lain tapi untuk persoalan kemanusian, tidak ada salahnya dilakukan. Dan saya sangat mengapresiasi ide masyarakat ini,” ungkapnya. (Ronald Renwarin

 

 

Top