Baru 3 Bulan Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Mimika Meningkat
Kepala P2TP2A Kabupaten Mimika Andarias Nauw
MIMIKA, BM
Laju angka kasus kekerasan terhadap anak dibawah umur selama periode Januari hingga Maret 2021 terhitung meningkat. Jika tidak segera disikapi secara serius maka dipastikan jumlah ini akan terus bertambah.
Selain kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak-anak di Sekolah dan Asrama Taruna Papua, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Mimika sudah mencatat ada 9 kasus.
Jika dibandingkan, jumlah 9 kasus ini sudah hampir mencapai setengah kasus kekerasan pada anak yang dicatat oleh P2TP2A di Tahun 2020 yakni 24 kasus.
Bahkan untuk kasus kekerasan dan pelecehan seksual di Sekolah dan Asrama Taruna Papua, P2TP2A mencatat ada 31 kasus. 30 anak lelaki dan 1 anak perempuan.
Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak bisa terjadi dimana saja bahkan di rumah maupun lingkungan sekolah yang dilindungi sekalipun.
Terkait dengan persoalan di Sekolah dan Asrama Taruna Papua, ditemui di ruang kerjanya, Kepala P2TP2A Kabupaten Mimika Andarias Nauw mengatakan pihaknya telah melakukan pertemuan dengan pihak Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK).
Pertemuan dan koordinasi telah dilakukan langsung dengan Direktur YPMAK Vebian Magal terkait penanganan para korban dikarenakan anak-anak tersebut memerlukan theraphy healing secepatnya.
“Kami belum sampai ke penanganan, Jumat lalu bersama Polres kami melihat anak-anak saat dimintai keterangan. Setelah itu, kami berkoordinasi dengan direktur YPMAK untuk koordinasi proses penanganannya seperti apa, kami sudah menyampaikan permohonan tapi kami masih menunggu petunjuk dari YPMAK,” tuturnya.
Dikatakan bahwa para korban harus segera mendapatkan theraphy healing untuk pemulihan dan menghilangkan trauma hingga merka dapat beraktifitas seperti semula. Theraphy healing harus dilakukan sebanyak 12 kali dalam sebulan.
“Jika mereka percayakan pada PT2TP2A, kami akan segera tangani secara psikis karena ada kekerasan dan ini merupakan ranahnya polisi,” ungkapnya.
“Saat anak-anak diminta keterangan, kami dampingi dan membangun komunikasi dengan mereka. Kami ajak mereka bermain. Kondisi anak-anak waktu itu tidak mau buka suara atau komunikasi dan hanya diam,” imbuhnya.
Ia sangat berharap agar apa yang disampaikan kepada YPMAK segera mendapatkan jawaban.
“Kejadian seperti ini tidak bisa diprediksi. Namun untuk pencegahan harus ada sosialisai di berbagai komunitas, orang tua dan sekolah untuk melindungi anak-anak dari kekerasan. Di lingkungan sekolah saja bisa terjadi apalagi di luar,” tandasnya
Kekerasan terhadap anak dapat terjadi akibat adanya oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab terlebih dengan memanfaatkan kepolosan anak-anak.
“Kebanyakan kasus-kasus sebelumnya terjadi pada saat anak tunggu jemputan di sekolah. Ada oknum yang mengaku disuruh orang tuanya untuk menjemput," ujarnya.
"Dengan keadaan saat ini kami berharap semua orang tua harus waspada, mengedukasi anak masing-masing tentang mana hal yang baik dan tidak baik. Anak-anak yang di jemput di sekolah harus dipastikan jangan sembarang ikut orang asing,” pungkasnya. (Elfrida)