Budaya

Ribuan Umat Katolik Padati Katedral Tiga Raja Ikut Misa Rabu Abu



Suara pemberian abu di dahi sebagai tanda pertobatan

MIMIKA, BM

Ribuan umat Katolik memadati Gereja Katedral Tiga Raja untuk mengikuti Misa Rabu Abu, Rabu (5/3/2025) sebagai awal masa Prapaskah atau 40 hari sebelum hari Paskah.

Rabu Abu merupakan momen penting bagi umat Katolik yang menandai dimulainya masa Prapaskah, masa penuh refleksi, pertobatan, dan pembaruan diri.

Pada hari ini, umat menerima tanda abu di dahi sebagai simbol pertobatan dan pengingat akan kefanaan manusia.

Lebih dari sekadar ritual, prosesi ini memiliki makna mendalam yang telah diwariskan selama ribuan tahun.

Misa Rabu Abu ini dipimpin langsung oleh Pastor Amandus Rahadat, Pr.

Pastor Amandus dalam khotbahnya mengatakan, hari ini diawali dengan puasa dan pantang selama 40 hari kedepan. Hanya 2 hari puasa dan pantang yaitu Rabu Abu dan Jumat Agung. Sementara pantang hanya 6 hari di hari Jumat.

"Mengapa orang bilang ringan dan tidak terasa, itu karena mereka membandingkan puasa orang Katolik dengan puasa Muslim. Muslim puasa full, siang hari tidak makan dan minum, tunggu gelap baru makan dan minum,"kata Pastor Amandus.

Kenapa puasa orang Katolik ringan? Kata Pastor Amandus, puasa tidak makan dan tidak minum itu bukan tujuan tapi hanya sarana dan sebagai sarana yang diutamakan dan itu bukan aturan yang mengikat tetapi haluan umum sebagai pegangan.

Apa haluan umum pantang dan puasa orang Katolik? Ada 2 yakni melakukan kebaikan-kebaikan di berbagai bidang dan haluan kedua menghindari yang jahat di segala bidang.

"Gereja tidak mengatur warganya dengan aturan-aturan, tidak boleh ini, tidak boleh itu, harus begini, harus begitu, itu anak kecil. Anak kecil yang aturan harus jelas, orang Katolik bukan anak kecil, orang Katolik adalah orang beriman dewasa dan sebagai orang dewasa cukup disodorkan pedoman,"ujarnya.

Pastor Amandus juga menyerukan umat untuk memperbanyak tindakan mati raga dengan membatasi keinginan ragawi, mengurangi hal-hal yang menyenangkan seperti menghindari pesta pora, membatasi minum-minuman keras, kurangi merokok dan sebagainya.

Selain itu, pastor juga mengingatkan umat mengenai dalil umum puasa orang Katolik yaitu melakukan hal-hal baik dan menghindari hal jahat serta memperbanyak aktivitas doa.

"Berpuasa agar dilihat oleh orang itu juga tidak bisa. Alangkah baik berpuasa tanpa menunjukkan wajah muram dan lesu. Sama halnya ketika memberi amal, janganlah sampai diketahui orang,"ungkapnya. (Shanty Sang)

Rabu Abu, Pastor Madya Ajak Umat Bersedekah, Berdoa dan Berpuasa Jangan Seperti Orang Munafik

 Sekretaris Jenderal Keuskupan Timika, Pastor Andreas Madya Sriyanto, SCJ. didampingi Frater menandai salib dari abu di dahi umat 

MIMIKA, BM

Setiap tahun umat Katolik mengikuti misa Rabu Abu untuk menerima tanda salib abu di dahi sebagai perlambang pertobatan.

Itu adalah momen awal dimana selama 40 hari lamanya umat Katolik akan menjalankan pantang dan puasa.

Seperti di Gereja Katolik Santo Stefanus Sempan, Timika, nampak ribuan umat hadir mengikuti Misa Rabu Abu yang dilaksanakan Rabu (5/3/2025).

Pada misa kedua yang dimulai pukul 19.00 wit, misa dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Keuskupan Timika, Pastor Andreas Madya Sriyanto, SCJ.

Dalam khotbahnya yang diambil dari Injil Matius 6:1-5, 16-18, Pastor Madya mengatakan ada tiga pilar keutamaan sebagai orang beriman yakni memberi sedekah, berdoa dan berpuasa.

“Tiga praktek yang sungguh-sungguh mau menunjukkan begitulah sebagai orang yang beriman, orang yang percaya akan Tuhan. Tiga hal itulah juga yang banyak dipraktekan bukan hanya oleh orang Katolik saja tetapi orang yang beragama lain pun juga menjalankan tiga keutamaan ini,” tuturnya.

Pastor Madya mengatakan bahwa tradisi yang demikian sebenarnya berawal dari kebiasaan agama Yahudi, yang juga sudah dijalankan pada waktu Tuhan Yesus hadir di dunia ini.

“Dan karena Tuhan Yesus adalah guru rohani, guru yang membicarakan berkaitan dengan hidup manusia dalam bidang kerohanian juga harus berbicara tentang tiga hal ini,” jelasnya.

Lanjutnya, praktek yang dikritik oleh Tuhan Yesus adalah seperti orang-orang Farisi, Saduki, kelompok-kelompok yang ada pada waktu itu karena dalam menjalankan praktek-praktek kehidupan sebagai orang beragama ada sesuatu motivasi yang berbeda daripada yang seharusnya.

“Maka Tuhan Yesus mengatakan mereka adalah orang-orang munafik, yang menjalankan sesuatu yang baik supaya dilihat orang. Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu dihadapan orang supaya dilihat mereka, itu adalah perbuatan orang munafik,” tandasnya.

Pastor Madya menambahkan praktek keagamaan yang sangat baik seperti memberi derma dan membantu orang yang berkekurangan ditentukan dari nilai perbuatannya.

“Tuhan Yesus mengatakan kalau kamu memberi sedekah janganlah tangan kirimu tahu apa yang dilakukan tangan kanan,” kutipnya dari Injil.

“Harus memberikan dari hati, dari cinta kita, dari kedalaman hati untuk memberi. Kalau ada tujuan supaya ada orang lain melihat dan ingin dipuji, nah, itu yang tidak benar,” imbuhnya.

Lain dalam hal berdoa. Pastor Madya menjelaskan berdoa adalah bagaimana menjalin relasi dengan Tuhan.

“Tetapi kalau kita berdoa di tikungan jalan supaya orang lain melihat dan memuji itu adaah kesalehan yang sia-sia,” paparnya.

Demikian juga dengan berpuasa. Berpuasa dalam Gereja Katolik boleh makan kenyang sekali.

“Berpuasa hanya dua kali yakni hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Yang lebih penting bukan berat ringannya tapi bagaimana kita menghayati puasa,” ucapnya.

Lanjutnya, Tuhan Yesus mengatakan kalau kalian berpuasa minyakilah rambutmu, cucilah mukamu supaya wajah tetap cerah dan orang tidak melihat bahwa kamu sedang berpuasa.

“Itulah tiga praktek keutamaan sebagai seorang beriman yang mulai hari ini kita jalankan dengan berdoa, berpuasa dan memberi derma. Yang penting adalah bagaimana sikap batin kita pada saat menjalakan,” pesannya.

Ia menjelaskan mengapa umat menerima abu yakni untuk mengingatkan kata-kata Tuhan sendiri bahwa manusia berasal dari abu dan debu. Manusia akan kembali menjadi debu.

“Dalam masa pertobatan kita diingatkan sebagai ciptaan Tuhan yang sebenarnya berasal dari debu maka haruslah kita berani juga untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan dan tidak menyombongkan diri di hadapan sesama. Meski kita debu tetapi tetap dicintai-Nya,” pungkasnya. (Elfrida Sijabat)

Ketua FKUB Mimika: Umat Beragama Tetap Kedepankan Nilai Toleransi, Kerukunan dan Harmonis Selama Ramadhan

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Jeffry Chris Hutagalung.

MIMIKA, BM

Selama bulan Suci Ramadhan jalinan kerukunan kehidupan antar umat beragama semakin ditunjukan oleh masyarakat dengan terus mengedepankan nilai-nilai toleransi, kerukunan dan harmonis. Ini tentunya sangat penting dalam rangka merekatkan persatuan.

"Kepada seluruh umat beragama senantiasa mendukung saudara-saudara kita kaum Muslim yang sedang melangsungkan ibadah puasa," ujar Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Jeffry Chris Hutagalung, Rabu (05/03/2025).

Menurut Ketua FKUB, umat Muslim selain menahan makan dan minum, juga tantangan-tantangan lainnya termasuk kesabaran sebagai ujiannya.

"Kita musti jaga suasana nyaman itu. Selain dari pada itu juga umat beragama harus tetap mengedepankan nilai-nilai toleransi, kerukunan dan harmonis," ucap Jeffry panggilan akrab sehari-harinya.

Oleh karena itu, dikatakan melalui bulan puasa ini menjadi momentum terciptanya rasa aman dari berbagai hal yang mengganggu rasa kebersamaan yang beberapa waktu lalu sempat terkotak-kotak karena kontestasi politik (Pilkada) dengan dukungan yang berbeda-beda.

"Bulan puasa menjadi momentum untuk mencairkan suasana yang telah berlalu. Kita sesama warga Mimika lewat bulan penuh rahmat ini kita kembali dipersatukan untuk membangun negri kita ini. Dan bulan puasa merupakan waktu yang tepat, dan waktu ini adalah Rahmat Tuhan buat semua umat manusia khususnya warga Mimika," katanya. (Ignasius Istanto)

Top