Hukum & Kriminal

Hari Pertama Instruksi Bupati, Masih Ada Pedagang Bandel

Satpol PP mempertingati warga yang masih berjualan

MIMIKA, BM

Sejak diberlakukannya Instruksi Bupati Nomor 1 tahun 2020 pada Kamis (26/3) maka telah berlaku pembatasan jam operasi bagi pedagang di pasar, pemilik supermarket, toko hinga kios termasuk rumah makan dan lainnya.

Walau telah diberlakukan hal tersebut namun di hari pertama, (Kamis kemarin-red) masih banyak pedagang yang belum menaati larangan tersebut. Bahkan ada pedagang yang terkesan bandel karena tidak ingin mematuhinya, walau mereka telah mengetahui adanya instruksi ini.

Padahal, pemerintah daerah melalui Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bekerjasama dengan Polres Mimika mulai menyampaikan pengumuman dengan berkeliling kota. Ada yang taat namun masih banyak yang bandel.

"Kita sudah himbaukan bahwa dari jam 06.00 Wit aktifitas jalan dan jam 14.00 Wit tidak ada aktifitas lagi untuk seluruh warga masyarakat dan seluruh pedagang, pasar, warung makan, bar dan lainnya. Kalau masih bandel kami akan tindak dengan tegas dan warung makan yang buka langsung kita cabut ijin,"tutur Kepala Dinas Satpol PP, Wilem Naa saat di wawancarai di Posko Covid-19 Mimika, Kamis (26/3).

Satpol PP Mimika akan rutin melakukan patroli siang dan malam terutama setelah berlakunya jam operasional. Jika ditemui ada pengusaha atau pedagang masih cuek terhadap instruksi ini maka bukan hanya ditutup, pemiliknya akan langsung diangkat.

"Kecuali apotik, rumah sakit, puskesmas dan klinik wajib buka. Karena itu merupakan kebutuhan kesehatan dasar bagi manusia. Dan besok (hari ini-red) kami akan kerahkan mama-mama dan pedagang lain ke pasar sentral sehingga operasionalnya hanya satu pintu," tegas Wilem Naa.

Ia juga menyebutkan bahwa masih banyak tukang ojek dan sopir taxi yang sering berkumpul dan belum mematuhi instruksi ini. Ia meminta mereka patuh terhadap aturan dan tidak ada yang diprioritaskan.

Ia menegaskan, tujuan pemerintah daerah mengeluarkan instruksi ini agar menjaga dan menyelamatkan warga Mimika dari Covid-19. Instruski ini berlaku hingga dua minggu oe depan.

“Untuk THM sudah wajib tutup total kalau tidak akan dicabut ijin dan pemalangan lokasi. Personil kami ada 100 orang, kota juga dibantu oleh TNI-Polri. Kami pastikan besok (hari ini-red) tidak ada lagi yang bandel,” ungkapnya. (Shanty)

Persatuan Media Mimika Polisikan STIE Jembatan Bulan

Wartawan Mimika saat mendatangi Polres Mimika

MIMIKA, BM

Setelah mengambil keputusan bersama, Persatuan Media di Mimika yang terdiri atas media cetak, online, televisi dan radio melaporkan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Jambatan Bulan (STIE JB) ke Polres Mimika.

Pelaporan didasari atas perilaku arogan beberapa panitia STIE Jembatan Bulan yang mengitimidasi, melarang dan mengusir tiga wartawan pada saat meliput acara wisuda di MPCC YPMAK, Kamis (19/3).

Laporan polisi dilayangkan pada Jumat (20/3) sore atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

“Teman-teman media meminta saya untuk persoalan ini diproses agar para pelaku dijerat sesuai dengan hukum yang berlaku. Kami sudah laporkan dengan LP 222/III/2020/Papua/Res Mimika,” ujar Yosep Temorubun SH, kuasa hukum wartawan Mimika.

Joseph menjelaskan, pihaknya memperkarakan kasus ini dengan pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 18 juga Pasal 3 dan 4 dimana unsur pidananya dua tahun.

“Bukan hanya itu, pelaku juga telah melanggar UU Keterbukaan Informasi Publik. Dua undang-undang ini yang menjadi dasar pijakan sehingga kasus ini kami bawah ke ranah hukum,” ungkapnya.

Bukan hanya pengusiran, Ia juga mempertanyakan alasan apa yang mendasari sehingga STIE Jembatan Bulan melarang kegiatan wisuda tidak diliput media.

“Ini kan acara yang sifatnya umum dan dihadiri banyak orang. Kalau ditutupi, berarti ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Sepertinya hanya STIE JB saja yang merupakan kampus pertama yang wisudanya tidak boleh diliput media,” terangnya.

Sebagai sebuah perguruan tinggi, mahasiswa maupun dosen di Jembatan Bulan seharusnya lebih memahami dan mengerti profesi jurnalis. Apa yang terjadi menurutnya sebuah kemunduran dalam demokrasi.

“Ini bukan jaman Siti Nurbaya atau Orde Lama sehingga media tidak bisa berekspresi. Ini jaman reformasi yang mana keterbukaan informasi terhadap publik harus dilakukan. Negara NKRI bahkan dunia menjamin kebebasan pers,” tegasnya.

Sementara itu, Pimpinan BeritaMimika, Ronald Renwarin menegaskan bahwa persoalan ini tidak berhenti dengan laporan kepolisian saja namun media di Mimika akan memboikot semua aktifitas dan kegiatan yang dilakukan oleh STIE Jembatan Bulan.

“Apa yang mereka lakukan, kalau dibiarkan maka hal seperti ini bisa menjadi batu sandungan bagi kebebasan pers di Mimika. Bayangkan jika arogansi itu kemudian menjadi kekerasan? Siapa yang akan bertangungjawab? Kami sudah sering mengalami hal-hal seperti ini dan kami berharap ini kasus yang terakhir,” ungkapnya. (Ronald)

Media Mimika Mengutuk Keras Pengusiran Wartawan oleh Oknum Dosen Jembatan Bulan

Karikatur pengusiran wartawan (foto google)

MIMIKA, BM

Sungguh ironi, apa yang dilakukan oleh salah satu oknum dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Jembatan Bulan terhadap para wartawan.

Oknum tersebut mengusir dan melarang wartawan Radar, Timika eXpress dan Salam Papua yang akan meliput acara wisuda mahasiwa STIE Jembatan Bulan di gedung Multy Purpose and Community Center (MPCC) YPMAK, Kamis (19/3).

Padahal wartawan dari ketiga media ini sebelumnya mendapat undangan oleh panitia wisuda untuk meliputi kegiatan tersebut.

Bahkan ketiganya datang dengan membawa dan menunjukan undangan yang mereka dapatkan dari kantor masing-masing.

“Kalian dari mana? Sudah ada konfirmasi untuk merekam ini? Tidak ada kan? Silahkan keluar (sambil menunjukkan pintu keluar dengan kasar). Silahkan keluar. Kalau masih di ruangan, duduk diam tapi jangan merekam,” ujar Santise (wartawan Radar) menirukan kata-kata dosen tersebut.

Sebelum kegiatan dimulai, Santise duduk paling belakang. Ia melakukan hal tersebut guna menghindari terganggunya kegiatan wisuda. Namun ketika ia ingin merekam sambutan, dosen ini datang menghampiri l, membentak dan memarahinya.

Melihat kejadian tersebut, wartawan Indri (Timika eXpress) dan Kristin (Salam Papua) datang menghampiri dan memberikan penjelasan kepada dosen tersebut bahwa mereka bertiga ditugaskan dari kantor masing-masing untuk datang meliput.

“Kami datang bawah undangan. Kalau tidak diundang panitia untuk liputan, buat apa kami ke sini? Undangan yang masuk ke kantor kami biasanya untuk liputan makanya kami datang,” ungkap wartawan TimeX, Indri.

Namun tetap saja oknum dosen ini menolak dan meminta mereka meninggalkan ruangan MPCC. Alasannya bahwa dalam undangan yang diberikan kepada media, tidak ada tulisan yang menyatakan bahwa wartawan hadir untuk melakukan peliputan.

Menyikapi aksi koboi oknum dosen, pimpinan-pimpinan media di Mimika baik cetak, online dan kontributor televisi mengutuk dan mengecam aksi pengusiran yang dilakukan sang dosen.

Pemimpin Redaksi (Pimred) Radar Timika, Leonardus Sikteubun mengaku sangat menyayangkan kejadian tersebut. Pasalnya pengusiran itu bukan baru pertama terjadi.

Bahkan kejadian serupa pernah dialami wartawan saat STIE JB melakukan wisuda di gedung Eme Neme Yauware termasuk Gedung Tongkonan beberapa tahun lalu.

Menurut Leo, kejadian ini merupakan kemunduran bagi kebebasan pers di Mimika. Sebab tanpa undangan pun seharusnya acara wisuda tersebut dapat diakses oleh wartawan.

Sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi di Mimika, STIE JB seharusnya melakukan edukasi yang baik tentang pers, bukan malah sebaliknya, menjadi lembaga yang anti terhadap pers.

“Ini sangat disayangkan. Sudah beberapa tahun terakhir STIE JB selalu mengusir wartawan saat acara wisuda mereka,” ujarnya.

Leo berpendapat, jika tidak ada yang disembunyikan dari kegiatan tersebut, seharusnya insiden pengusiran tidak terjadi. Sebab acara yang juga dihadiri oleh seluruh orang tua wisudawan dan tamu undangan lainnya, wajar jika diliput wartawan.

“Kalau wartawan dilarang meliput kan akan muncul pertanyaan, ada apa? Kok setiap wisuda selalu terjadi pengusiran. Apa yang disembunyikan dari acara wisuda itu? Lalau untuk apa kalian mengundang kita,” tanya Leo.

Terlebih lagi larangan merekam sambutan juga diberlakukan oleh STIE JB. Maka ini akan menjadi pertanyaan mengapa sambutan ketua yayasan atau sambutan rektor serta Kepala LLDIKTI Wilayah XIV Papua dan Papua Barat, dilarang untuk direkam dan dikutip.

Sedangkan mengenai undangan yang dikirimkan ke redaksi Radar Timika, menurut Leo, biasanya sepaket dengan permohinan liputan. Sehingga ketika dirinya menerima undangan tersebut, secara otomatis mengutus wartawannya untuk meliput. Sebab dalam undangan itu pun tidak disebutkan bahwa acara wisuda dilarang untuk diliput.

“Biasanya kan begitu. Kalau ada undangan dari instansi mana pun pasti akan kami liput kegiatannya. Semua sudah tahu itu. Lagian di undangan juga tidak disebutkan bahwa acara wisuda dilarang untuk diliput,” tukasnya.

Maurits Sadipun, Pimpinan Redaksi Timika eXpress mengatakan tindakan menghalangi, apalagi pengusiran awak media merupakan sebuah pelanggaran besar dan melanggar Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Ia menjelaskan, poin pertama BAB VIII Pasal 18 ketentuan pidana butir (1) menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

Selain melanggar UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, oknum dosen yang berinisial B ini juga dinyatakan melanggar Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

“Secara pribadi saya sangat sayangkan sikap sewenang-wenang dari dia tanpa koordinasi baik dengan panitia acara. Selain dilarang ambil gambar, wartawan juga tidak diperbolehkan merekam pidato Ketua STIE pada acara tersebut,” ujarnya.

“Ini termasuk kriminalisasi terhadap wartawan. Pejabat sekelas presiden dalam acara tertentu pun tidak demikian sikapnya. Ini harus jadi perhatian publik untuk menghormati profesionalisme wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistik,” tegas Maurits.

Pimpinan Media Online Seputar Papua, Misba Latuapo menyayangkan sikap arogan yang ditunjukan oknum tersebut. Menurutnya STIE Jembatan Bulan ini merupakan salah satu perguruan tinggi yang diperhitungkan di Mimika, namun ulah dosen ini tidak mencerminkannya.

“Jika STIE JB, tdk menghendaki wartawan meliput acara tersebut, harusnya disampaikan dengan baik kepada wartawan. Karena prinsipnya, setiap wartawan yang hadir dalam satu acara formal pasti atas tugas dri pimred atau redpelnya melalui undangan yang dikirim satu lembaga atau instansi bersangkutan ke media masing-masing,” terangnya.

Dikatakan Misba, jika undangan hanya untuk pimpinan media guna menghadiri acara tersebut maka sepantasnya diberikan catatan khusus bahwa undangan ini bukan untuk meliput.

“Kami semua sayangkan perilaku seperti ini. Di era keteburkaan informasi saat ini, ternyata masih ada yang bersikap demikian,” sesalnya.

Perguruan Tinggi dimanapun haruslah menjadi garda terdepan dalam menjalankan fungsi tanggung jawab sosial, apalagi ini eranya teknologi digital yang apapun itu pasti akan menjadi konsumsi publik.

Hal ini disampaikan Pimpinan Redaksi Tabaos14, Yohanes Nussy. Menurutnya akademisi seharusnya lebih paham dan mengerti peran dan tugas pokok wartawan dibandingkan masyarakat awam.

Jika tidak berkenan maka harus ada penjelasan profesional yang lebih elegan. Apalagi kehadiran wartawan karena diundang. Ia menegaskan bahwa wartawan tidak akan mengemis hanya untuk sebuah berita.

“Kan kampus ngerti Undang-undang Kebebasan Informasi Publik, jadi apa juga yang mau ditutupi. Kalau alasan karena pakaian atau penampilan wartawan, itu jelas sangat privacy meski kita tahu kalau para wartawan itu datang dengan setelan yang rapih dan tidak kurang,” ujarnya.

“Atas kejadian ini, saya selaku organisasi Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) wilayah Papua mengajak pimpinan PT yang bersangkutan, marilah lebih mengerti, terbuka terhadap kinerja profesional jurnalistik. Suka atau tidak bahkan cepat atau lambat, kalian dan kita semua butuh kerja kerja jurnalistik ini. Apa yang salah? jadi mari sama-sama profesional untuk kemajuan Mimika dan Papua,” ungkapnya.

Sementara itu, Pimpinan BeritaMimika, Ronald Renwarin menyayangkan pelaksanaan wisuda yang dilakukan STIE Jembatan Bulan karena tidak mengindahkan larangan Pemerintah Daerah Mimika untuk tidak melakukan kegiatan yang melibatkan banyak orang.

“Lucu saja, apakah memang mereka tidak tahu sama sekali tentang adanya himbauan pemerintah daerah tentang larangan banyak orang berkumpul karena virus corona? Atau sudah tahu tapi masa bodoh dan diabaikan? Seharusnya mereka lebih mengerti dan memahami kondisi Mimika saat ini,” ungkapnya.

Ia mempertanyakan hal apa yang mendasari pemikiran dosen tersebut sehingga ketiga rekannya diusir saat melakukan peliputan. Justru sebuah kebanggan bagi mahasiswa, orangtua maupun keluarganya jika keberhasilan mereka dipublish di media.

“Kampus-kampus besar di Indonesia bahkan dunia, acara temu kangen alumni atau silahturahmi saja mereka ingin diliput. Apa yang disembunyikan di acara itu sehingga tidak boleh diliput? Ini wisuda loh, ada kebanggaan lebih di momen ini ketika dipublish di media. Kita semua merasakan itu karena kita juga pernah wisuda,” ujarnya.

Ia memahami bahwa larangan tersebut hanya dilakukan oleh oknum yang tidak mewakili semua mahasiswa dan dosen di STIE Jembatan Bulan, namun ia berharap ini kejadian ini jangan lagi terulang.

“Kami sudah bahas ini secara internal diantara pimpinan semua media di Timika. Kita akan pelajari proses hukumnya karena kami memang tidak main-main dengan kejadian seperti ini. Kita berharap pihak JB memberikan klarifikasi terhadap tindakan dosen mereka, jika tidak kami akan lakukan langka hukum agar menjadi pembelajaran bagi semua masyarakat Mimika. Negara saja begitu menghargai keberadaan wartawan, masa seorang dosen tidak bisa melakukan hal serupa?,” tegasnya. (Ronald)

Top